welcome to my heart

.::curahan hati tiada henti::.

Senin, 03 Juni 2013

I[fiktif] Aku Memilih Setia Oleh: Aji Ahitya Ardhanareswari

...ada banyak cara Tuhan menghadirkan cinta, mungkin engkau adalah salah satunya.
Namun engkau datang di saat yang tidak tepat. Cintaku telah dimiliki...
Inilah akhirnya harus kuakhiri, sebelum cintamu semakin dalam.
Maafkan diriku memilih setia, walaupun kutahu cintamu lebih besar darinya..

Maafkanlah diriku tak bisa bersamamu, walau besar dan tulusnya rasa cintamu..
Ku tak mungkin membagi cinta tulusmu, karena ku memilih setia..

Seribu kali logikaku untuk menolak, tapi ku tak bisa bohongi hati kecilku.
Bila saja diriku ini masih sendiri, pasti ku kan memilihmu..
[Aku Memilih Setia - Fatin Shidqia Lubis]


...aku benar-benar merasa kehilangan sesuatu, seseorang lebih tepatnya.. Meski separuh perjalanan hidupku bersamanya, kami tidaklah bisa disebut saling memiliki, memang bukan semacam status seperti yang dibenak orang lain. Kami tanpa status, yang aku tahu bahwa kami saling menyukai, saling memberi perhatian, tapi tanpa deklarasi. Sampai pada akhirnya, salah satu diantara kami memutuskan untuk menyudahi ketidakjelasan hubungan kami, tentu saja bukan aku. Dia. Bukan mengikat, tapi dia justru memilih untuk pergi tanpa memberi penjelasan. Easy come easy go, itu kamu. Datang dengan mudah, pergi tanpa penjelasan. Aku kehilangan, meski tidak ada yang bilang kalau kami saling memiliki. Tak pernah sekalipun aku berpikir untuk mengirimi ia pesan singkat, karena aku mulai terbiasa dengan dikirimi pesan terlebih dahulu olehnya. Aku kehilangan, tapi aku tak berpikir untuk mencarinya. Jika ia memilih pergi, ya sudah. Bukan berarti aku tidak berniat memperjuangkan apa yang selama ini kami alami bersama, tapi aku lebih berpikir bahwa justru inilah jawaban yang sesungguhnya menjadi pertanyaanku selama aku bersamanya. Aku akui bahwa aku kehilangan, sangat kehilangan, lalu aku mulai rindu, tapi aku tidak tau akan berkata apa jika akhirnya aku bertemu dengannya lagi. Juga, tidak ada lagi yang perlu kudengarkan, karena memang tidak perlu ada kelanjutan. Ini jelas bukan tentang siapa yang mengakhiri, sebab kita juga belum memulai.


Laki-laki yang mencintaiku, sedang ada di sini, di sampingku kini. Menyaksikan aku menuliskan semua kisah yang pernah kami alami bersama. Dia menungguku, menyaksikanku untuk menulis, mencoba jujur pada dunia ini, dunia yang sempat aku bohongi tentang perasaanku. Merangkai sebuah kisah baru yang lebih menyenangkan untuk bisa dibaca kembali, bersama-sama nanti. 2 tahun kami menjalin ikatan, dan selama itu pula aku membangun kenangan-kenangan di kota kecil ini bersamanya. Mungkin bagi orang lain, belum bisa dibilang lama, tapi kami bersyukur, karena selama itu pula simpul-simpul dalam ikatan kami, bisa kami urai dan kami kembali berjalan beriringan lagi. Aku bahagia, dan anggap saja kami juga bahagia. Meski kadang karakternya yang cool namun cenderung acuh (menurutku) sering kelewatan, tak pernah aku berpikir untuk mengakhiri ikatan ini dengannya. Aku tidak bisa marah padanya, jika aku marah padanya, dia selalu punya caranya sendiri hingga aku lupa dengan marahku. Aku tau, dia itu gengsinya gedhe, namun rasa cintanya padaku sangat besar. Seiring berjalannya waktu yang aku lewati bersamanya, aku bertemu dengan seorang laki-laki yang kemudian kami saling memberi perhatian. Ya, laki-laki ini adalah laki-laki yang sekarang memilih mundur, membiarkanku bersama dengan laki-laki 2tahunku.

Memang kehadiran laki-laki itu di antara kami berdua, tidak membuat sikapku padanya berubah..mungkin, karena dia tidak tau. Aku tetap selalu hangat, selalu perhatian, tapi sebenarnya sedikit demi sedikit aku mulai banyak menuntut. Yah, mungkin karena aku menginginkan supaya dia seperti dia yang lain, yang wujud cintanya padaku lebih bisa kurasakan, yang cintanya padaku kuanggap justru lebih sempurna dibandingkan dengan cinta 2 tahunnya. Secara tidak sadar mungkin aku akan membandingkan segala sesuatu yang dia miliki, apa yang pernah dia berikan padaku selama 2 tahun dengan segala hal yang ia lakukan beberapa bulan terakhir untukku tanpa pernah kuceritakan padanya kenapa alasannya.
Yang aku ceritakan padanya hanya sebatas bahwa ada seorang laki-laki baru, yang kuanggap teman dekat karena dia baik. Toh, kami memang bukan siapa-siapa untuk siapa. Toh, juga tidak selayaknya waktu 2 tahun harus dibandingkan dengan hitungan bulan.

Mungkin dia bosan, atau apa. Dia merelakanku berbahagia dengan laki-laki 2tahunku. Kini, aku akan rela dia meninggalkanku begitu saja, jika aku tau kalau dia juga bahagia dengan perempuan lain. Kalau aku bisa tanpamu, kamu juga harus bisa tanpaku. Kalau aku bisa beriringan dan bahagia dengan laki-laki lain, kamu juga harus bisa beriringan dan bahagia dengan perempuan lain. Aku melupakanmu, kamu juga melupakanku. Itu baru adil. Berbahagialah, maka aku juga akan bahagia.
Aku memilih setia dengan laki-lakiku, itu jawaban dari Tuhan. Dan kamu pergi, itu bagus untukku dan untukmu, untuk laki-lakiku juga. Aku menyesal untuk membiarkanmu mengganggu perasaanku yang seharusnya tidak boleh kamu tempati.
Pada akhirnya, kita memang tidak bersama-sama dalam jalan ini, tidak berjalan seiringan, tapi semoga kita sedang saling mendoakan. Kita bisa memilih bahagia, tentu dengan cara kita masing-masing, juga tentu tanpa perlu menyakiti satu sama lain.

Maaf laki-lakiku, aku yang pernah sempat memiliki cinta terpendam selain darimu dalam hatiku ketika aku bersamamu, dan kamu kini dengan berbesar hati memaafkanku, dan menerimaku kembali. Dan justru kamu berjanji, tak kan membiarkanku juga merasakan sakit seperti ketika kau kuduakan. Kamu lebih dari sempurna.

Hai, aku tunggu kamu untuk bertemu denganku lagi, entah kapan itu. Jika kamu bertemu denganku lagi, maka jadilah kita untuk saling memberikan senyum sapa pertanda bahwa kita bahagia dengan jalan kita masing-masing. Jangan lupa, bahwa aku orang baik, yang juga pantas mendapatkan yang baik. Kamu juga orang yang baik, yang juga pantas mendapatkan yang baik.

"Life can be so funny, anyway..you miss someone so much, but you have nothing to say.."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar