...ada banyak cara Tuhan menghadirkan cinta, mungkin engkau adalah salah satunya.
Namun engkau datang di saat yang tidak tepat. Cintaku telah dimiliki...
Inilah akhirnya harus kuakhiri, sebelum cintamu semakin dalam.
Maafkan diriku memilih setia, walaupun kutahu cintamu lebih besar darinya..
Maafkanlah diriku tak bisa bersamamu, walau besar dan tulusnya rasa cintamu..
Ku tak mungkin membagi cinta tulusmu, karena ku memilih setia..
Seribu kali logikaku untuk menolak, tapi ku tak bisa bohongi hati kecilku.
Bila saja diriku ini masih sendiri, pasti ku kan memilihmu..
[Aku Memilih Setia - Fatin Shidqia Lubis]
...aku benar-benar merasa kehilangan sesuatu, seseorang lebih
tepatnya.. Meski separuh perjalanan hidupku bersamanya, kami tidaklah
bisa disebut saling memiliki, memang bukan semacam status seperti yang
dibenak orang lain. Kami tanpa status, yang aku tahu bahwa kami saling
menyukai, saling memberi perhatian, tapi tanpa deklarasi. Sampai pada
akhirnya, salah satu diantara kami memutuskan untuk menyudahi
ketidakjelasan hubungan kami, tentu saja bukan aku. Dia. Bukan mengikat,
tapi dia justru memilih untuk pergi tanpa memberi penjelasan. Easy come
easy go, itu kamu. Datang dengan mudah, pergi tanpa penjelasan. Aku
kehilangan, meski tidak ada yang bilang kalau kami saling memiliki. Tak
pernah sekalipun aku berpikir untuk mengirimi ia pesan singkat, karena
aku mulai terbiasa dengan dikirimi pesan terlebih dahulu olehnya. Aku
kehilangan, tapi aku tak berpikir untuk mencarinya. Jika ia memilih
pergi, ya sudah. Bukan berarti aku tidak berniat memperjuangkan apa yang
selama ini kami alami bersama, tapi aku lebih berpikir bahwa justru
inilah jawaban yang sesungguhnya menjadi pertanyaanku selama aku
bersamanya. Aku akui bahwa aku kehilangan, sangat kehilangan, lalu aku
mulai rindu, tapi aku tidak tau akan berkata apa jika akhirnya aku
bertemu dengannya lagi. Juga, tidak ada lagi yang perlu kudengarkan,
karena memang tidak perlu ada kelanjutan. Ini jelas bukan tentang siapa
yang mengakhiri, sebab kita juga belum memulai.
Laki-laki yang mencintaiku, sedang ada di sini, di sampingku kini.
Menyaksikan aku menuliskan semua kisah yang pernah kami alami bersama.
Dia menungguku, menyaksikanku untuk menulis, mencoba jujur pada dunia
ini, dunia yang sempat aku bohongi tentang perasaanku. Merangkai sebuah
kisah baru yang lebih menyenangkan untuk bisa dibaca kembali,
bersama-sama nanti. 2 tahun kami menjalin ikatan, dan selama itu pula
aku membangun kenangan-kenangan di kota kecil ini bersamanya. Mungkin
bagi orang lain, belum bisa dibilang lama, tapi kami bersyukur, karena
selama itu pula simpul-simpul dalam ikatan kami, bisa kami urai dan kami
kembali berjalan beriringan lagi. Aku bahagia, dan anggap saja kami
juga bahagia. Meski kadang karakternya yang cool namun cenderung acuh
(menurutku) sering kelewatan, tak pernah aku berpikir untuk mengakhiri
ikatan ini dengannya. Aku tidak bisa marah padanya, jika aku marah
padanya, dia selalu punya caranya sendiri hingga aku lupa dengan
marahku. Aku tau, dia itu gengsinya gedhe, namun rasa cintanya padaku
sangat besar. Seiring berjalannya waktu yang aku lewati bersamanya, aku
bertemu dengan seorang laki-laki yang kemudian kami saling memberi
perhatian. Ya, laki-laki ini adalah laki-laki yang sekarang memilih
mundur, membiarkanku bersama dengan laki-laki 2tahunku.
Memang kehadiran laki-laki itu di antara kami berdua, tidak membuat
sikapku padanya berubah..mungkin, karena dia tidak tau. Aku tetap selalu
hangat, selalu perhatian, tapi sebenarnya sedikit demi sedikit aku
mulai banyak menuntut. Yah, mungkin karena aku menginginkan supaya dia
seperti dia yang lain, yang wujud cintanya padaku lebih bisa kurasakan,
yang cintanya padaku kuanggap justru lebih sempurna dibandingkan dengan
cinta 2 tahunnya. Secara tidak sadar mungkin aku akan membandingkan
segala sesuatu yang dia miliki, apa yang pernah dia berikan padaku
selama 2 tahun dengan segala hal yang ia lakukan beberapa bulan terakhir
untukku tanpa pernah kuceritakan padanya kenapa alasannya.
Yang aku ceritakan padanya hanya sebatas bahwa ada seorang laki-laki
baru, yang kuanggap teman dekat karena dia baik. Toh, kami memang bukan
siapa-siapa untuk siapa. Toh, juga tidak selayaknya waktu 2 tahun harus
dibandingkan dengan hitungan bulan.
Mungkin dia bosan, atau apa. Dia merelakanku berbahagia dengan
laki-laki 2tahunku. Kini, aku akan rela dia meninggalkanku begitu saja,
jika aku tau kalau dia juga bahagia dengan perempuan lain. Kalau aku
bisa tanpamu, kamu juga harus bisa tanpaku. Kalau aku bisa beriringan
dan bahagia dengan laki-laki lain, kamu juga harus bisa beriringan dan
bahagia dengan perempuan lain. Aku melupakanmu, kamu juga melupakanku.
Itu baru adil. Berbahagialah, maka aku juga akan bahagia.
Aku memilih setia dengan laki-lakiku, itu jawaban dari Tuhan. Dan
kamu pergi, itu bagus untukku dan untukmu, untuk laki-lakiku juga. Aku
menyesal untuk membiarkanmu mengganggu perasaanku yang seharusnya tidak
boleh kamu tempati.
Pada akhirnya, kita memang tidak bersama-sama dalam jalan ini, tidak
berjalan seiringan, tapi semoga kita sedang saling mendoakan. Kita bisa
memilih bahagia, tentu dengan cara kita masing-masing, juga tentu tanpa
perlu menyakiti satu sama lain.
Maaf laki-lakiku, aku yang pernah sempat memiliki cinta terpendam
selain darimu dalam hatiku ketika aku bersamamu, dan kamu kini dengan
berbesar hati memaafkanku, dan menerimaku kembali. Dan justru kamu
berjanji, tak kan membiarkanku juga merasakan sakit seperti ketika kau
kuduakan. Kamu lebih dari sempurna.
Hai, aku tunggu kamu untuk bertemu denganku lagi, entah kapan itu.
Jika kamu bertemu denganku lagi, maka jadilah kita untuk saling
memberikan senyum sapa pertanda bahwa kita bahagia dengan jalan kita
masing-masing. Jangan lupa, bahwa aku orang baik, yang juga pantas
mendapatkan yang baik. Kamu juga orang yang baik, yang juga pantas
mendapatkan yang baik.
"Life can be so funny, anyway..you miss someone so much, but you have nothing to say.."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar